Rabu, 26 Juni 2013

Hambatan Guru PAI



Hambatan yang sering dihadapi guru PAI
By : Armadi
Guru pendidikan agama islam menyalurkan pengetahuan kepada para murid dan pengetahuan itu mesti ada dan bertahan dalam kehidupan para murid sepanjang hidup, oleh sebab itu seorang guru mesti berusaha untuk mengaktualisasi pengetahuan2 tersebut kedalam perbuatan sehari-hari, dan menjadikannya sebagai pedoman hidup para siswa dalam kehidupan sosial maupun dalam kehidupan pribadi, dan itu semua menjadikan guru pendidikan agama islam akan menghadapi beberapa hamabatan. 
1.     Seorang guru terkadang akan mendapati pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari konteks pembelajaran sedangkan jawabannya tidak sesuai dengan kondisi umur murid, oleh sebab itu, seorang guru yang sukses mesti mempunyai kesiapan yang matang dalam keilmuan dan berusaha untuk menjawab pertanyaan murid dengan bijaksana tanpa memonopoli umur murid tersebut, karena bagaiamanpun juga wawasan murid zaman sekarang sangat berbeda dengan murid-murid sebelumnya dan itu semua disebabkan sarana pengetahuan sudah sangat banyak.
Seorang guru mestinya menangguhkan jawaban dari pertanyaan murid pada lain waktu jikalau guru tidak dapat menajawab pertanyaannya tersebut, karena tidak diperbolehkan kepada seorang guru untuk menjawab pertanyaan dari murid dan jawaban itu tidak benar atau jawabannya belum diyakini kebenarannya, kalaupun itu dilakukan maka seorang guru akan melakukan kebohongan terhadap Allah dan Rasulnya secara sengaja.
2.     Sebagian pengetahuan disampaikan dengan tegas dan bijaksana, terutama kepada murid dalam pase puberitas tentang hukum yang beruhubungan dengan mandi, mimpi, haid, nifas, seorang guru mestinya menyampaikan dan mendiskusikan materi tersebut dengan tegas serta berusaha untuk menyamapaikan permasalahan – permasalahan yg ada dalam pikiran murid yang mungkin seorang murid malu untuk menyakannya kepada guru, sehingga murid tersebut tidak menanyakan hal tersebut kepada teman sekelas atau temannya diluar sekolah, dan itu semua akan memungkin tejadinya permasalahan.
Ada juga beberapa materi yang mengundang tawa para murid ketika mendiskusikannya, maka seorang guru harus menjelaskan bahwa seorang muslim harus mempelajari tentang agamanya tanpa harus mengedepankan rasa malu.
3.     Adanya kontradiksi antara apa yang terjadi di masyarakat dan yang dipelajari murid di sekolah, dan permaslahan ini terkadang menjadikan murid kurang percaya kepada gurunya yang telah menyampaikan pengetahuan. Akan tetapi seorang guru yang sukses akan mampu memberikan keyakinan kepada murid bahwasanya islamlah yang menjadi hujjah atas manusia bukan perbuatan manusia yang menjadi hujjah atas islam.
Diantara kontradiksi tersebut adalah :
a.      Celaan dan laknat.
Seorang murid mempelajari bahwa celaan dan laknat adalah dua perkara yang diharamkan dalam islam, sedangkan mereka mendapati orang tua, saudara-saudaranya melakukan perbutan tersebut, begitu juga dengan orang-orang yang mereka lihat di luar rumah melakukan hal yang sudah diharamkan dalam islam yaitu celaan dan laknat.
b.     Murid mempelajari bahwa shalat adalah bagian rukun islam dan yang meninggalkannya secara sengaja adalah kafir. Dilain waktu dia mendapatkan orang tuanya tidak menjalankan shalat, atau dia menyaksikan orang-orang diluar mesjid sedangkan shalat sedeng ditunaikan dimesjid.
c.      Murid mempelajari bahwasanya rokok diharamkan, sedangkan orang tua, kerabatnya merokok.
d.     Pada tingkat SMA murid mempelajari bahwasanya riba adalah perkara yang diharamkan, sedangkan masyarakat tempat tinggalnya mempraktekkan riba .
4.     Hambatan yang terkadang ditemui guru pendidikan agama islam pada muridnya adalah, adanya beberapa orang murid yang mempunyai keyakinan yang menyimpang, dan mereka mendiskusikan hal tersebut dengan guru dan menyampaikan dalil-dalil yang menyatakan kalau keyakinan tersebut adalah sesat, murid melakukan itu semua supaya guru mengeluarkan statmen bahwasanya murid yang mempunyai keyakinan menyimpang adalah kafir.
Oleh sebab itu guru harus berkomunikasi dengan mereka secara tegas dan bijaksana, dan memberi tahu penyimpangan dalam keyakinan mereka dan menyampaikan penolakan ulama ahli sunnah dan jamaah terhadap keyakinan tersebut, setelah itu menyampaikan bahwa keyakinan tersebut menyimpang secara aqal dan begitu juga menurut agama sehingga permasalahan itu tidak mempengaruhi terhadap berjalannya proses belajar mengajar.


5.     Kejumudan kurikulum
Hambatan yang terkadang dihadapi seorang guru pai adalah kejumudan kurikulum dan kebijakan tanpa adanya solusi yang masuk akal dan penjelasan agama.
6.     Perbedaan antara kurikulum dan pendapat sebagian ulama
Dapat diketahui bahwa kurikulum yang diterapkan, terutama dalam bidang piqih sesuai dengan madzhab mayoritas di Negara tersebut, semisalnya di Indonesia kurikulum pendidikan agama islam umumnya menngunakan madzhab ima syafii, akan tetapi ada beberapa ulama yang berbeda pendapat dengan madzhab tersebut, dan itu semua menjadikan pertentangan ataupun kontradiksi di masyarakat. Contoh seorang murid mempelajari hokum sesuatu dan itu dibolehkan, sedangkan dia dengarkan di mesjid dan baca Koran berbeda dengan apa yang dipelajarinya di sekolah.
7.     Kurangnya fasilitas pendidikan.
Hambatan yang kadang dihadapi seorang guru adalah minimnya fasilitas pendidikan, oleh sebab itu guru harus menyiapkan dengan matang dan meminjam fasilitas yang dimiliki pengajar materi lain yang bukan materi agama islam.
Hamabatan –hambatan yang terkadang ditemui guru pendidikan agama islam ini menjelaskan kepada bahwa guru pai mestinya mempunyai kesiapan dibidang ilmu agama dengan matang, dan ini semua merupakan tuntutan yang sangat penting. Karena bagaimanpun juga materi agama islam sangat berbeda dengan meteri laninya, materi agama islam banyak yang berhubungan dengan keyakinan dan ibdah seorang muslim, jikalau terjadi kesalahan dalam memahamkan murid maka akan berakibat fatal.
Hambatan-hambatan ini juga memotivasi guru supaya mempunyai minat belajar dan mengajar yang kuat, sehingga mengajarkan materi agama islam tidak hanya sebagai memenuhi kebutuhuan hidup yang bersifat materil akan tetapi memenuhi kebutuhan non materil juga.
Hambatan-hambatan yang terkadang ditemukan seorang guru, menunjukkan bahwa guru agama bukan perkara yang mudah, oleh sebab itu guru agama islam tidak boleh minder dengan guru materi lainnya, karena guru pendidikan agama islam adalah hal yang berat maka dia juga mempunyai pahala yang besar disisi Allah.
Waallahu a’lam bis showab


Armadi Knowledge: ? besar

Armadi Knowledge: ? besar: by : Armadi               apa yg harus kau lakukan lagi...? apa kau menghindar dari fakta yg ada...? apa kau datang n mencaci maki yg d...

Armadi Knowledge: Kultwit@armadi"seri perjuangan" kita butuh gelora...

Armadi Knowledge: Kultwit@armadi"seri perjuangan"
kita butuh gelora...
: Kultwit@armadi "seri perjuangan" kita butuh gelora untuk membangkitkan semangat juang dalam mengerjakan makruf dan melawan...

Selasa, 25 Juni 2013

Kultwit@armadi
"seri perjuangan"

kita butuh gelora untuk membangkitkan semangat juang dalam mengerjakan makruf dan melawan kemunkaran
begitu jug dengan ketekunan, kita membutuhkannya untuk mengerjakan kebaikan dalam waktu panjang
namun gelora & ketekunan juga mmbutuhkan inovasi, sehingga tidak muncul malal (rasa bosan) dalam memperjuangkan kebenaran yang lebih panjang dari usia hdup kita.

"seri kpk"

opini publik diarahkan untuk mengkultuskan kpk & menjerumuskan kita kepada alam jauh dari demokrasi, siapa yg tahu jikalau kpk itu terus benar..?
slain dari tuhan dan para utusannya maka smuanya berkemungkinan salah...oleh sebab itu pengkultusan kpk adalah penciptaan berhala2 bru di era demokrasi.
menjadikan kpk sebagai berhala baru, menutup ruang salah bagi kpk, dapat disimpulkan bahwa pekerja kpk adalah malaikat tanpa dorongan sayhwat & tak mungkin salah.

"seri pks"

hati2 kami terikat denga nilai2 rabbani, dengan cara apapun kalian ingin menghncurkan kami, hati ini akan tetap bersatu, karena kami bermula dengan yang maha pasti.
disaat kami memasuki gedung DPR 1999, semua tertegun dengan cara kami berkerja & berkomunikasi, pujian bahkan sanjungan terus dialamtkn kepada kami.
kemenangan kami di 2004 menjadikan kami buah bibir. tp bukan pujian & sanjungan lagi yang kami dapatkan melainkan kecurigaan terhadap perjuangan kami.
menjadi partai islam pemenang di 2009, kami yang dulunya dipuji dengan kebersihan & kearifn, tidak lagi menjadi buah bibir, melainkan satu ancaman.
menuju 2014 kehadiran kami tidak lagi diharapkan, karena mereka tau kami membawa misi rabbaniyah terapan & itu mengancam aktivitas mereka.
ketika kami ingin dihancurkan & hak2 kami diambil secara ilegal, maka ketahuilah bukan harta yang menyatukan hati kami melainkan kalimah Allah.
 
 
 
 

? besar

by : Armadi              
apa yg harus kau lakukan lagi...?
apa kau menghindar dari fakta yg ada...?
apa kau datang n mencaci maki yg dianggap orang salah...?
apa kau tau, klw itu salah...?

kau berkukuh dg pendirianmu...
kau berikan bukti2 nyata...
kau bilang tidak n tidak...
kau bergumam itu tidak benar...

kau sama sekali tidak dipercaya...
kau sengaja dihancurkan...
kau melakukan sesuatu, itu pasti dinilai salah...
kau tidak punya tempat lagi dihati mereka...

aku harus berbuat ...
aku harus tebarkan kebaikan...
aku akan menyapa mereka...
aku akan berbuat untukmu walau tanpa membelamu..

sampai pada akhirnya kau dipecaya lagi...
sampai pada akhirnya kau dibenarkan...
sampai pada akhirnya kau dimenangkan oleh Allah...
sampai pada akhirnya kita semua bukan orang yg sengaja salah...

Senin, 25 Maret 2013

tadabbur ayat kauniyah



Seperti Laba – Laba Yang Membuat Sarang
Kita sering disuruh Allah untuk mentadabburi ciptaannya baik itu yang ada di langit maupun yang ada di bumi ,  suatu waktu kita disuruh untuk melihat unta bagaiman ia Allah ciptakan dan suatu waktu kita disuruh Allah memandang ke langit bagaimana ia tinggikan tanpa pasak , semua perintah Allah tersebut mengandung hikmah dan ibroh untuk kehidupan kita .
Semakin kita mentadabburi cipataan Allah maka akan semakin dekat kita kepada sang penciptanya .
Disini penulis ingin mengajak pembaca untuk mentadabburi ciptaan Allah melalui surat Al-ankabut ayat 41 , indah dan begitu indah mungkin itulah kata – kata yang keluar dari mulut kita ketika membaca tamtsilan yang Allah buat di ayat tersebut , Allah menceritakan tentang Laba- laba yang sedang membuat rumah .
Dalam Al-quran Allah berfirman : perumpamaan orang – orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah . Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba , sekiranya mereka mengetahui ( Al-ankabut 41 ).
ketika kita melihat laba-laba membangun rumah, sungguh kerja keras yang sangat menakjubkan , dia mengeluarkan air ludah yang tidak sedikit untuk merangkai tempat tinggalnya .
namun kerja keras yang dia lakukan untuk membangun rumah tersebut tidak terlalu berarti pada dirinya, ketika dia bersembunyi didalamnya maka akan terlihat dari luar , dan ketika dia menjadikan rumahnya tersebut sebagai tempat berlindung, sama sekali tidak bisa melindunginya , bahkan kalau rumah tersebut ditabrak seekor burung maka dia akan hanru, karena tempat tersebut sama sekali tidak bisa melindunginya dari bahaya ,
seperti itu pula lah orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai pelindung ,sungguh tempat mereka berlindung itu tidak bisa memberikan perlindungan..
subhannallah begitu indah pengajaran Allah tentang tauhid kepada kita melalui seekor laba-laba ciptaanyya....



Sabtu, 23 Maret 2013



Tradisionalisme Asy’ariyah dan Ahlu sunnah

Kata Pengantar
            Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami dapat menyelesaikan tugas kelompok dengan tepat  waktu.

            Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "
Tradisionalisme Asy’ariyah dan Ahlu sunnah ", yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari dan mengkaji tentang aliran – aliran yang ada dan berkembang dalam islam.

            Melalui kata pengantar ini kami lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung.

            Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat dan pengetahuan yang dapat mengantarkan kita semua kepada kebaikan dan keridhoan Allah SWT.



Bandung 28 Oktober 2012


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Dalam mempelajari ilmu kalam, maka kita akan dihadapkan kepada beberapa golongan ataupun aliran diantaranya : Al-mu’tazil, Khawarij, Murji’ah, Maturidiah Syiah  Asy’ariyah dan ahlu sunnah wal Jama’ah, tentu aliran-aliran yang disebutkan diatas mempunyai  kekurangan dan kelamahan tetapi disatu sisi, aliran tersebut mepunyai kelebihan.
            Dan pada masa sekarang banyak golongan yang mengaku bahwa aliran yang dipakainya lah yang sempurna dan rasional yang dapat diterima akal sehat dan relevan dengan keadaan sekarang dan yang bisa menyesuaikan, sehingga terjadi paham tidak bisa menerima yang lain.
            Maka dalam penulisan makalah ini kami akan membahas tentang aliran ataupun teologi Asy’ariyah dan ahlu sunnah wal jama’ah dan yang menjadi fokus dalam penulisannya adalah : Tradisionalisme asy’ariyah dan ahlu sunnah wal jama’ah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Tradisionalisme ?
2.      Bagaimana persepektif islam tentang tradisionalisme ?
3.      Apa saja tradisionalisme asy’ariyah dan ahlu sunnah wal jama’ah ?

C.    Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah semata-mata menambah pemahaman tentang aliran-aliran yang ada dalam islam dan menarik benang merah sekaligus mengambil nilai-nilai yang bermanfaat untuk pendidikan, dan ini merupakan salah satu dari tugas mata kuliah rekonstruksi pemikiran islam.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tradisionalisme
Ketika berbicara tentang masyarakat islam tradisional, yang terbayang adalah sebuah gambaran masyarakat yang terbelakang, masyarakat islam yang kolot, masyarakat yang anti perubahan (anti progrevitas), konservatif (staid aperoach), dan diliputi oleh sifat taklid, mereka adalah kelompok yang membaca “kitab kuning” , termasuk karya Al-ghazali dan ulama (fiqih klasik) pada pertengahan islam.[1] 
Term tradisional merupakan term untuk sesuatu yang irrasional, pandangan dunia yang tidak ilmiah lawan dari segala bentuk kemoderenan.
Tradisonal dianggap sebagai aliran yang berpegang teguh kepada  fundamen agama melalui penafsiran terhadap kitab-kitab suci agama secara rigid dan literalis.[2]
Secara etimologis, tradisional berarti kemunduran untuk melakukan sesuatu yang telah dilakukan oleh para pendahulunya dan memandang masa lampau sebagai otoritas dari segala bentuk yang tetap mapan.[3]
Menurut ahmad jainuri, kaum tradisonalis adalah mereka yang pada umumnya diidentikkan dengan expresi islam local, serta kaum elit kultur tradisional yang tidak tertarik pada perubahan dala pemikiran dan praktik islam.[4]
Sementara itu tradisonalisme adalah paham yang bersandarkan pada tradisi lawannya adalah modernism, liberalism, radikalisme dan fundamentalisme.[5]
Berdasarkan pada pemahaman terhadap tradisi diatas, maka tradisionalisme adalah bentuk pemikiran atau keyakinan yang berpegang teguh pada ikatan masa lampau dan sudah dipraktekkan oleh komunitas agama di masa lalu.[6]
            Dibidang pemikiran islam, tradisionalisme adalah suatu ajaran yang berpegang teguh kepada sunnah-sunnah nabi yang dilakukan oleh para sahabat dan secara keyakinan telah dipraktekkan oleh komunitas muslim.[7]
            Kaum tradisionalis Indonesia adalah mereka yang konsisten berpegang teguh kepada mata rantai sejarah serta pemikiran ulama – ulam terdahulu dalam prilaku keberagamaannya, konkritnya memegang dan mengembangkan piqih scolastik mazhab yang empat.[8] 
            Jadi dapat disimpulkan bahwa tradisi adalah sesuatu yang diwariskan pada masa lalu kepada masa kini berupa non materi baik itu kebiasaan, kepercayaan dan tindakan, semua hal tersebut selalu diberlakukan kembali.
            Dan menurut pemakalah bahwa tradisionalisme yang dipakai dalam pembahasan asy’ariyah dan ahlu sunnah wal jama’ah adalah suatu paham yang  mengambil ataupun memberlakukan ajaran yang sudah tertera dalam al-qura’an, sunnah nabawiyah dan sudah dilakukan oleh para sahabat, sedangkan yang belum ada hukumnya ataupun belum dilakukan para sahabat maka landasan hukumnya tetap diqiyaskan kepada al-qur’an, sunnah nabawiyah dan ijmak para ulama yang mempunyai kemampuan dibidang istimbat hukum.
A.    Perspektif Islam Tentang Tradisionalisme
Kaum tradisionalis mayakini syari’ah sebagai hukum tuhan yang dipahami dan dipraktekkan sejak beberapa abad yang silam dan sudah terkristal dalam beberapa madzhab fiqih. Dalam bahasa Fazlur Rahman, mereka lebih cenderung memahami syariah sebagaimana yang dipraktekkan oleh ulama-ulam terdahulu,[9]
Mereka menerima prinsip ijtihad tetapi harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang tertera dalam ijma’, qiyas dan istihsan[10]

A.    Tradisionalisme Asy’ariyah dan ahlu sunnah
Sebelum masuk kepada pembahasan tradisionalisme asy’ariyah dan ahlu sunnah sedikit kami menambahkan bahwa yang selam ini berkembang dalam pemikiran masyarakat bahwa asy’ariyah itu  golongan dari ahlu sunnah, oleh sebab itu kami memaparkan sedikit tentang asy’ariyah dan ahlusunnah sebagai berikut :
Asy’ariyah yang dikenal juga dengan Asy’iroh penisbatan pada semua pemahaman dalam aqidah kepada Abu hasan al-asy’ari,[11] hanya mereka yang berpemahaman Abul hasan pada fase kedua dalam kehidupannya, yang dikenal ketika itu beliau menganut paham kullabiyah. Alangkah baiknya bagi mereka mengikuti paham Abul hasan yang terakhir dalam hidupnya, beliau kembali kepada ajaran salaf, karena sebagaimana diketahui bahwa kehidupan beliau ada pada tiga fase :
1.      Fase dengan membawa faham mu’tazilah, karena kebetulan gurunya dalam paham ini adalah bapaknya sendiri yang bernama Abu ali al-jubbai, hal ini berlangsung hingga beliau berumur 40 tahun, (tabyiin kadzibil muftari, hal : 40)
2.      Fase dengan membawa faham kullabiyah yang diambil dari nama pendirinya Abdullah Bin Said Bin Qullab al-qatthan (240 H) paham ibilah yang menjadi tonggak ajaran dan pemahamn mereka dalam madzhab, pemahaman ini yang beliau tuangkan dalam kitabnya al-luma’ fi ar-rod ala ahli ziyag wal bida’ .
3.      Fase dengan membawa pemahaman ahlu sunnah yang mana beliau wafat dengan pemahaman itu, dan itu beliau tuangkan dalam bukunya, Al-ibanah, risalah ila ahli tsaghor dan maqolah islamiyyin.
Sedangkan istilah ahlu sunnah wal jama’ah mempunyai dua kata, As-sunnah  dan al-jama’ah, sunnah ialah yang berupa jalan hidup atau gaya hidup, sebagian mengaitkannya dengan kebaikan,[12] atau secara istilah ialah jalan hidup Rasulullah SAW yang diterangkan dalm kitabullah dan sunnah rasulnya serta jalan para sahabat yang telah disepakati.

Jama’ah artinya secara bahasa tidak terlepas dari enam makna yaitu :
1.      Sawadul a’dzhom, kelompok mayoritas, [13]
2.      Kumpulan mujtahid
3.      Sahabat pada khususnya
4.      Ummat islam jika sepakat dalam satu perkara
5.      Ummat islam jika bersatu dalam sebuah kepemimpinan
6.      Kelompok yang benar ( lihat dalam manhajul ahlisunnah wal jama’ah wa minhajul asy’ari, Dr. Khalid bin Abdul Lathif Muhammad nur, (1/2)
Dari segi makna hal yang diatas tersebut tidak bertentangan secara makna dan dapat disimpulkan bahwa ahlu sunnah wal jama’ah adalah mereka yang berpegang teguh kepada sunnah rasulullah dan mengikuti jama’ah para sahabat dan mereka yang mengikutinya dengan baik.
Tetapi apakah ahlu sunnah sama dengan paham Asy’ariyah, maka jawabannya mayoritasnya hampir sama tetapi ada beberapa tema yang mereka bertentangan, misalnya : mashdar talaqqi, sifat wujud Allah, iman al-qur’an, sebab dan musabbab, sam’iyat dan sifat-sifat Allah SWT.
Setelah membahas Asy’ariyah dan ahlu sunnah wal jama’ah, kami akan menyajikan pembahasan paham tradisionalisme Asy’ariyah dan ahlu sunnah .
 Paham  tradisonalisme Asy’ariyah dan ahlusnnah dapat dilihat dari hal-hal berikut
a.       Akal dan Wahyu
Dari aliran Asy’ariyah berpendapat bahwa kewajiban manusia hanya dapat diketahui melalui wahyu, dan akal tidak dapat membuat sesuatu menjadi wajib dan tak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah wajib bagi manusia, betul akal dapat mengathui tuhan tetapi wahyulah yang mewajibkan untuk mengetahui tuhan dan berterimakasih kepada-Nya, dan juga dengan wahyulah dapat diketahui bahwa yang patuh kepad tuhan akan memperoleh upah dan yang tidak patuh kepadanya mendapat hukuman.[14]
Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa menurut pendapat Asy’ariyah akal tak mampu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia, untuk itulah wahyu diperlukan.[15]
 Kesimpulan diatas dapat kita ketahui dari pendapat – pendapat pengikut aliran Asy’ariyah, dan menurut pendapat Al-syahrastani ahlu sunnah yaitu kaum Asy’ariyah berpendapat bahwa kewajiban – kewajiban manusia diketahui dengan wahyu dan pengetahuan diperoleh dengan akal, akal tidak mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk adalah wajib. Karena akal tidak membuat sesuatu menjadi harus atau wajib. Wahyu tidak mewujudkan yang pengetahuan, wahyu membawa kewajiban – kewajiban.[16]
Al-ghazali seperti Asy’ariyah dan Al-baghdadi, juga berpendapat bahwa akal tak dapat membawa kewajiban-kewajiban bagi manusia, kewajiban – kewajiban itu ditentukan dengan wahyu ,[17] dengan demikian kewajiban mengetahui tuhan dan kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang jahat hanya dapat diketahui melalui perantaraan wahyu.
Oleh sebab inilah kami selaku penulis makalah ini berpendapat bahwa salah satu paham tradisionalisme asy’ariyah dan ahlu sunnah wal jama’ah adalah tentang wahyu dan akal, karena semua harus dikembalikan kepada wahyu baik itu al-qur’an maupun sunnah-sunnah nabiwiyah bukan kepada akal manusia, adapun masalah hal yang baru maka itu semua boleh dipikirkan oleh akal tetapi qiyasannya harus kepada wahyu ataupun ijmak para ulama .
Maka Asy’ariyah mengembalikan sesuatu hal itu kepada wahyu dan inilah yang terpenting  munculnya tradisionalisme Asy’ariyah dan ahlu sunnah.
b.      Fungsi wahyu
Bagi kaum Asy’ariyah karena akal dapat mengetahui hanya adanya tuhan saja, wahyu mempunyai kedudukan penting. Manusia mengetahui baik dan buruk dan mengetahui kewjiban-kewajiban hanya dengan turunnya wahyu, dengan demikian jika sekiranya tidak turun wahyu, manusia tidak akan tahu kewajiban-kewajibannya, sekiranya syariat tidak ada, kata Al-ghazali , manusia tidak berkewajiban mengetahui tuhan dan tidak berkewajiban untuk berterima kasih kepadanya atas nikmat-nikmat yang diturunkannya kepada manusia.[18]
Jelas bahwa dalam pendapat Asy’ariyah wahyu mempunyai fungsi yang banyak sekali, wahyu menentukan boleh dikata banyak hal, seandainya tidak ada wahyu maka manusia bebas berbuat apa saja yang dikendakinya, dan sebagai akibatnya manusia akan hidup dalam kekacauan. Wahyu perlu untuk mengatur masyarakat manusia dan memang demikan pendapat Asy’ariyah. Salah satu fungsi wahyu adalah, kata addawani, ialah memberi tuntunan kepada manusia untuk mengatur hidupnya di dunia.[19]
Oleh karena itu pengiriman rasul-rasul dalam teologi Asy’ariyah seharusnya merupakan suatu kemestian bukan yang boleh terjadi (ja’iz) sebagaimana yang ditegaskan al-ghzali dan al-syarahtani [20].
Dan kesimpulan dari uraian Asy’ariyah bahwa wahyu mempunyai kedudukan terpenting dan fundamen dalam kehidupan manusia dalam menjalani kehidupan.
Teologi asy’ariyah yang seperti inilah yang membawa kepada tradisonalisme karena semua harus dikembalikan kepada wahyu baik itu kalamullah dan kalamurrasul.







BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah disajikan pada bab sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
·         Bahwa yang dimaksud tradisionalisme di dalam tulisan kami adalah paham yang selalu mengembalikan segala sesuatu kepada wahyu baik itu al-qur’an dan sunnah nabawiyah maupun ijmak yang telah dilkukan oleh para sahabat.
·         Tradisonalisme ini muncul ketika aliran Asy’ariyah dan ahlu sunnah tidak memberikan peran yang dominan kepada akal tetapi lebih mengutamakan wahyu dibanding akal untuk mencari kebenaran dan kewajiban yang dalam istilah lain bahwa akal harus mengikuti wahyu bukan sebaliknya yaitu wahyu mengikuti akal.
·         Ketika kita membahas tradisonalisme asy’ariyah dan ahlu sunnah maka kita juga mendapatkan sisi positifnya, yaitu mempertahankan kemurnian ajaran islam dan tidak mudah masuk kepada paham yang baru yang tidak jelas, walaupun dari sisi lain orang menilai negatif paham tersebut, yaitu terjebak kepada kejumudan tanpa pembahuruan.
·         Dan manfaatnya kepada pendidikan adalah kita dapat memberikan sumber yang jelas kepada anak didik tentang hal-hal yang kita ajarkan.
B.     Saran.
Adapun saran yang ingin kami sampaikan adalah:
·         Jangan terlalu cepat mengklaim salah tentang satu aliran sebelum ditemukan dalil ataupun fakta yang menunjukkan kesalahannya.
·         Jangan terlalu cepat menerima aliran yang berkembang tetapi harus kita anilisi terlebih dahulu dan dibuat perbandingan.
·         Dan untuk mencari hakikat suatu aliran kita harus mengembalikannya ke sumber asasi.

            Demikian yang dapat kami tuliskan serta kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah kami.
            Kami banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi kami pada khususnya juga para pembaca yang dimuliakan Allah.

















DAFTAR PUSTAKA
Rahman, Fazlur, 1970 “ islmaic modernism : its scope, method and alternative”, international journal of middle of studies
Nasution. Harun. 2002. Teologi islam aliran aliran sejarah analisa perbandingan Jakarta : UIP
Al-ghazali. Muhammad, Ibrahim Agah cubukcu and Husseyin Atay ( ed.), 1958 al-iqtishad fi al-I’tiqad , Ankara : Ankara Universitas.
Al-baghdadi, Abu Mansur, 1928 ‘ Abd al-qhahir at-tamimi, kitab usulud din, Constantinople : Madrasah al-ilahiyat
Al-Asy’ari, Abul Hasan Ibn Isma’il, kitab al-ibanah usul ad-diyanah Hyderabat : tat
http://www.docstoc.com/docs/71322897/tradisionalisme

           



[1] Ibid 2
[2] Fundamentalis “ , dalam the oxpord English dictionary, 1988
[3] Andrew rippin, muslim.6
[4] Ahmad jainuri, oreantasi ideology : 68
[5] Noah webstar, webstar internasional dictionary of English language unarbridget, 1966, 2422
[6] ibid
[7] Daniel brown, ( rethinking tradision ) 2.
[8] Sayyed hasan nasr , mencatat salah satu criteria fola keagamaan trdisonal adalah dipakai nya konsep silsilah
[9] Fazlur Rahman, “ islmaic modernism : its scope, method and alternative”, international journal of middle of studies ( 1970 ) 317-332
[10] Ibid
[11] Al-milal wan nihal (1/94)asy-sihristani
[12] An-nihayah fi ghoribil hadis (2/409) ibnu atsir dan tahzibil lugoh ( 12, 298-299) azhari
[13]  Makna ini diambil dari beberapa riwayat
[14] Lebih lanjut mengenai hal ini, lihat zuhdi hasan jar Allah, al-mu’tazilah cairo, 1948 . 203 dan 213
[15] Harun nasution, teologi islam aliran aliran sejarah dan perbandingan, 2002 hal : 84
[16] Ibid 14
[17] Al-iqtishad 84
[18] Al-iqtishad 189
[19]  Harun nasution, teologi islam aliran aliran sejarah dan perbandingan, 2002 hal : 101
[20] An-nihayah 417